Selasa, 24 Juli 2012

BULAN RAMADHAN BISA DI SEBUT SYAHRUL QUR'AN


BULAN RAMADHAN BISA DI SEBUT SYAHRUL QUR'AN

Bulan Ramadhan disebut juga dengan sebutan Syahrul Qur’an, karena pada bulan ini Alloh menurunkan Al-Qur’an, sebagaimana yang telah dituturkan dalam surat Al-baqarah ayat 185,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk serta pembeda ( antara kebenaran dan kebathilan) (QS.Al-Baqarah:185).
Oleh sebab itu, selama bulan Ramadhan kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan konon Nabi Saw selalu memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan ini dan beliau juga  bertadarrus dengan Jibril Alaihissalam setiap malam dibulan Ramadhan (HR. Bukhori bab Bad’il wahyi).
Abdulloh Ibnu Aljarullah berkata, dari ayat diatas menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur’an dan berkumpul untuk membaca Al-Qur’an dan juga dianjurkan untuk memperbanyak bacaan Al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Disunnahkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun di bulan Ramadhan atau di tanah suci boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari seminggu karena memanfaatkan waktu dan tempat sebab nabi bersabda : 

اقراءه في كل ثلاث       

  ( Bacalah Al-Qur’an dalam setiap tiga hari. Lihat Fadhoilul qur’an Ibnu Katsir : 169)
Moment ramadhan seharusnya dapat digunakan oleh kaum muslimin untuk kembali menghidupkan Al-Qur’an, bukan hanya sekedar membacanya semata akan tetapi juga harus disertai dengan penghayatan akan maknanya. Para generasi terdahulu (salaf) memiliki kepribadian yang tinggi ketika membaca Al-Qur’an, berbeda dengan generasi sekarang ini yang membaca Al-Qur’an tanpa memberi kesan yang berarti. Ini berarti suatu kedzaliman terhadap Al-Qur’an  ( Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an :19). Pola hidup Qur’aniy ini pernah tergambar dari pribadi Rasulullah Shalallohu alahi wasallam, beliau merupakan manifestasi nyata dari penjelasan Al-Qur’an, beliau adalah visualisasi konkret dari Al-Qur’an. Sayyidah A’isyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw dan beliau menjawab,

ان اخلاقه هو القرأن

Sesungguhnya akhlak beliau adalah Al-Qur’an (Shahih Muslim, Bab Shalat Al-Musaffirin).
Oleh sebab itu Imam Syafii pernah berkata,” Sunnah adalah pemahaman Nabi sendiri terhadap Al-Qur’an yang benar-benar dijadikannya sebagai pembimbing hidupnya lahir dan bathin.”
Kejayaan umat terdahulu adalah dari pengamalan mereka terhadap nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an tidak hanya dibaca, namun lebih dari itu mereka merenungi maknanya untuk kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seharusnya hal ini juga dapat diterapkan oleh kaum muslimin dewasa ini. Sebab Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi, yang berisikan tema-tema terbaik dalam masalah pendidikan umat, peradaban dan akhlak mulia. Bangsa Arab waktu itu benar-benar mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dalam arti disamping mereka melantunkan Al-Qur’an dengan penjiwaan juga mereka terapkan kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan mereka, sehingga mereka menjadi bangsa yang beradab meskipun awalnya mereka adalah komunitas barbar.
Terkait dengan hal ini, Rasulullah Saw bersabda :

مثل المؤمن الذي يقرأ القرأن كمثل الاتروج  طعمه حلو  وريحه طيب.رواه مسلم

Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an itu seperti jeruk manis, rasanya manis dan baunya harum (HR Mjuslim)
Maksud dari hadits di atas adalah seseorang yang membaca Al-Qur’an dan dapat mengamalkan kandungannya dengan baik, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi mukmin yang sholih yang berakhlak dengan Al-Qur’an sehingga ia akan dapat memberikan manfaat kepada siapapun orang yang ada disekitarnya. Suaranya yang merdu ketika melantunkan Al-Qur’an berbanding lurus dengan prilakunya yang qur’aniy, inilah mukmin jeruk manis.
Berangkat dari keinginan mengembalikan dan memasyarakatkan Al-Qur’an, Syaikh Ali Ash-Shobuniy dalam At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an berkata :
من لم يقرأ القرأن فقد هجره, ومن قرأ القرأن ولم يتدبر معانيه فقد هجره, ومن قرأه وتدبره ولم يعمل بما فيه فقد هجره

Siapapun yang tidak membaca Al-Qur’an maka ia telah menyia-nyiakannya, siapapun yang membaca Al-Qur’an dan tidak mau merenungi makna-maknanya maka ia telah menyia-nyiakannya, dan siapapun yang membaca dan menghayati makna Al-Qur’an namun tidak mengamalkan isinya maka ia telah menyia-nyiakan Al-Qur’an ( Ash-Shobuni, At-Tibyan, 10).
Al-Qur’an memang diturunkan oleh Alloh sebagai petunjuk bagi manusia, dan Al-Qur’an hanya akan dapat berfungsi sebagai petunjuk apabila kita mampu mengetahui kandungannya dan dapat menangkap pesan-pesan yang disampaikannya.

shareSeriale Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar